Belum lama ini, ada seorang teman bertanya sama saya, "Tau engga, Susan Boyle?"
Ehmm. Berhubung saya memang kayaknya kurang gaul, saya bertanya balik, "Engga. Kenapa emangnya Susan Boyle?"
Terus dia ketawa. "Cari Susan Boyle, deh di internet, terus dengerin. Lagi heboh banget tuh jadi pembicaraan."
Dan saya, dengar yang heboh-heboh, langsung jadi penasaran. Buka situs tempat search video terkonvensional tapi tercepat - youtube, saya langsung cari Susan Boyle.
- Oh, ternyata salah satu kontestan Britain's Got Talent toh.
Kemudian, saya klik saja salah satu videonya asal-asalan. Cuma penasaran mau tahu, kaya apa sih dia memangnya. Kok bisa heboh begitu.
- Ya, ampun. Pantesan heboh. Mungkin orang heboh ngomongin dia, karena dia salah satu dari orang-orang engga tahu malu yang coba-coba ikutan kontes sejenisnya - seperti American Idol, padahal engga bisa apa-apa. 47 tahun, dan aneh-aneh pula gayanya. Biasa, lah, ini mah.
Dengan kesinisan seperti saya itu pun, ratusan audience dan juri bersikap sinis sama penampilan si Susan Boyle. But, wait until you see what she's got in the following few minutes.
Saya speechless. Stunned. Terpesona. Sekaligus menyesal karena sudah sinis sama dia. Padahal, kalau mau dibilang secara terus terang: There she is on that stage, realizing her long-lost dream since she was 12 despite cynical thoughts of hundreds of people before her. And at about the same time, here I am, struggling with what I call as 'not my dream at all', while my long-lost dreams were still buried somewhere deep down in my drawer. And even intending to keep burying some of them because they just seem too impossible. Ironis. Dan saya masih berani bilang dia aneh.
Saya kemudian jadi teringat sama sebuah tokoh di film Benjamin Button. Seorang perenang di masa mudanya, tokoh ini punya mimpi untuk memecahkan rekor - melintasi sebuah selat dengan berenang, dalam masa hidupnya. Tapi kemudian, di tengah perjalanan dalam membuat mimpinya jadi kenyataan, ia berhadapan dengan sebuah badai. Takut untuk terus berenang -padahal dengan beberapa orang dari tim first-aid yang terus mengikutinya dengan sebuah kapal, ia menyerah. Beberapa tahun sesudahnya, ia membagi penyesalan hidupnya kepada seorang teman:
"Until a point I felt like I couldn't go anywhere, I stopped. When people asked me whether I would want to try again next time, I said 'Why wouldn't I?' But I have never tried again. As a matter of fact, I've never done anything with my life since then."
Namun akhirnya, teman ini punya kesempatan juga untuk melihat di sebuah berita di kemudian hari: seorang perenang-yang tidak lain tidak bukan adalah temannya yang tadi saya ceritakan, mencoba kembali untuk melintasi sebuah selat di usianya yang sudah cukup berumur, dan berhasil.
Ini membuat saya sadar lagi untuk yang kesekian kalinya. Bahwa sebenarnya, apapun mimpi kita -sekalipun kita (atau orang lain) menganggapnya engga penting, engga mungkin, atau engga masuk akal, they are all worth pursuing. Let this happen to us as it happened to Susan Boyle or the role I was talking about in Benjamin Button: that at one point of our life in the future, we will be able to say, 'I was born for such a time like this!' Then we will be able to look back and regret nothing from our lives, because we have at least made our dreams come true in this lifetime.
Our dreams - they are all worth thinking about once again, worth dreaming of once again, worth picking up once again, worth pursuing once again. So let us open our drawer, search all the dreams that we have buried for all these while, because it's never too late to start all over again.
- Oh no. Post saya kali ini, sangat kacau dalam hal bahasa. Jadi campur-campur akhirnya. Maaf, maaf.
No comments:
Post a Comment